Bunda Maria dan Ibu Kartini Teladan Bagi Perempuan
16 Dec

Bunda Maria dan Ibu Kartini Teladan Bagi Perempuan

Ronny Samsulhadi

“Aku ini hamba Tuhan. Semoga terjadilah kepadaku seperti yang engkau katakan itu.” Lalu malaikat pun meninggalkannya. (Lukas 1:38). Bunda Maria menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah dan mempercayai berita-Nya. Dengan sukarela ia menerima baik kehormatan maupun celaan yang akan dialaminya karena menjadi ibu dari Anak yang kudus ini.


Kerelaan Bunda Maria sebagai Perempuan dan seorang Ibu meliputi rela mengandung bayi Yesus, melahirkan di kandang domba, merawat Yesus dari bayi hingga dewasa, bahkan menemani dan melihat Anaknya menjalani kisah sengsara, tanpa meninggalkan sesaatpun sampai Yesus meninggal di kayu salib. Teladan Bunda Maria ini mencerminkan hal penting, yaitu daya lenting (resiliensi) Perempuan.


Saat ini kita melihat Kartini sebagai Perempuan dan seorang Ibu. Kartini lahir didalam keluarga bangsawan Jawa, yang diajar dengan bahasa Belanda, tetapi tetap tidak bisa keluar dari kebudayaan bangsawan Jawa, yang salah satunya dipingit (Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pingit memiliki arti berkurung di dalam rumah. Dalam tradisi Jawa/khususnya Bangsawan Jawa pada masa itu, Perempuan yang sudah memasuki akil baliq / atau sudah mulai menstruasi, sudah tidak diperkenankan keluar rumah termasuk pergi ke sekolah sampai mendapatkan jodoh/dilamar). Kartini bersama adik-adiknya walaupun dipingit dan meninggalkan bangku sekolah, tetapi kenalan-kenalan orang Belanda, serta pandangan yang maju dari ayahnya, membuat mereka tetap melanjutkan pelajaran di rumah atau yang masa kini lebih dikenal sebagai homeschooling. Walau Kartini diberi kesempatan untuk menimba ilmu di rumah, tetapi budaya Jawa tidak terlepas atau lebih tepat tidak bisa terlepas yaitu Perempuan harus menjalankan pernikahan budaya yang tidak bisa dilepaskan dari masyarakat lingkungannya, keputusan untuk menikah juga didasari untuk tidak menyakiti hati ayahnya, dan merupakan bakti kepada orangtuanya.


Kartini tidak ingin mengikuti budaya yang lebih mementingkan laki-laki daripada Perempuan, terutama dalam bidang pendidikan. Dengan kesadaran Kartini untuk memajukan kaum Perempuan walau sudah berkeluarga membuka sekolah bagi kaum perempuan di rumahnya Ia ingin perempuan berkembang dan berpendidikan, karena menurut Kartni, bagaimana seorang Ibu dapat mendidik anaknya, apabila Perempuan sebagai Ibu tidak berpendidikan?


Perempuan sebagai Ibu adalah pendidik dan pengajar yang pertama dan utama bagi anak-anaknya. Seorang anak dapat merasakan segala sesuatu, berbicara dan berpikir, merupakan anugerah dari pelukan, pangkuan, gendongan seorang Perempuan yang mempunyai naluri sebagai seorang Ibu dan menggunakan kelentingannya untuk mempertahankan diri dan keluarganya.

“Bersukacitalah selalu dalam Tuhan, sebab Tuhan sudah dekat” (Flp 4:4) – Selamat merayakan hari minggu Gaudete & Selamat menyambut hari Ibu.

Ronny Samsulhadi
Ketua Seksi Keadilan Perdamaian Paroki Grogol, Gereja St. Kristoforus-KAJ
Fasilitator Inti Protokol Perlindungan Anak dan Dewasa Rentan Keuskupan Agung Jakarta
16 HAKtP Pelayanan Sosial #16Days #16HAKtP #GerakBersama #OrangeTheWorld #PPADR